Sabtu, 28 Februari 2015

HUBUNGAN ESTETIKA DENGAN FILSAFAT ILMU DAN SENI



Hubungan Estetika dengan Filsafat, Ilmu dan Seni

Berdasarkan pendapat umum, estetika  diartikan sebagai suatu cabang filsafat yang memperhatikan atau berhubungan dengan gejala yang indah pada alam dan seni. Pandangan ini mengandung pengertian yang sempit.
Secara etimologis estetika berasal dari Yunani, yaitu: aistheta, yang juga diturunkan dari aisthe (hal-hal yang dapat di tanggapi dengan indra, tanggapan indra). Pada umumnya aisthe diposisikan dengan noeta, dari akar kata noein, nous, yang berarti hal-hal yang berkaitan dengan pikiran. Dalam pengertian yang lebih luas berarti kepekaan untuk menanggapi suatu objek, kemampuan pencerapan indra, sebagai sensitivitas. Dalam bahasa Inggris menjadi aesthetics atau esthetics. Orang yang sedang menikmati keindahan disebut aesthete, sedangkan ahli keindahan disebut aesthetician. Dalam bahasa Indonesia menjadi astetikus, estetis, dan estetika, yang masing-masing berarti orang yang ahli dalam bidang keindahan, bersifat indah, dan ilmu atau filsafat tentang keindahan atau keindahan itu sendiri.
Untuk estetika sebaiknya jangan dipakai kata filsafat keindahan karena estetika kini tidak lagi semata-mata menjadi permasalahan falsafi tapi sudah sangat ilmiah. Dewasa ini tidak hanya membicarakan keindahan saja dalam seni atau pengalaman estetis, tetapi juga gaya atau aliran seni, perkembangan seni dan sebagainya.
Masalah dalam seni banyak sekali. Di antara masalah tersebut yang penting adalah masalah manakah yang termasuk estetika, dan berdasarkan masalah apa dan ciri yang bagaimana. Hal ini dikemukakan oleh George T. Dickie dalam bukunya―Aesthetica‖. Dia mengemukakan tiga derajat masalah (pertanyaan) untuk mengisolirmasalah-masalah estetika. Yaitu pertama, pernyataan kritis yang mengambarkan, menafsirkan, atau menilai karya-karya seni yang khas. Kedua pernyataan yang bersifat umum oleh para ahli sastra, musik atau seni untuk memberikan ciri khas genre-genre artistik (misalnya: tragedi, bentuk sonata, lukisan abstrak). Ketiga, ada pertanyaan tentang keindahan, seni imitasi, dan lain-lain.

1.      Estetika dan Filsafat
Filsafat merupakan bidang pengetahuan yang senantiasa bertanya dan mencoba menjawab persoalan-persoalan yang sangat menarik perhatian manusia sejak dahulu hingga sekarang. Salah satu persoalan yang mendasari ungkapan rasa manusia adalah estetika, jika peranannya sebagai filsafat dan ilmu pengetahuan.
The Liang Gie menyatakan ada enam jenis persoalan falsafi, yaitu:
a. Persoalan metafisis (methaphysical problem)
b. Persoalan epistemologis (epistemological problem)
c. Persoalan metodologis (methodological problem)
d. Persoalan logis (logical problem)
e. Persoalan etis (ethical problem)
f. Persoalan estetika (esthetic problem)
Pendapat umum menyatakan bahwa estetika adalah cabang dari filsafat, artinya filsafat yang membicarakan keindahan.
Persoalan estetika pada pokoknya meliputi empat hal:
a. Nilai estetika (esthetic value)
b. Pengalaman estetis (esthetic experience)24
c. Perilaku orang yang mencipta (seniman)
d. Seni
Menurut Louis Kattsof, estetika adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan batasan rakitan (stucture) dan peranan (role) dari keindahan, khususnya dalam seni.

2.      Estetika dan Ilmu
Estetika dan ilmu merupakan suatu kesatuan yang tak dapat dipisahkan, karena sekarang ada kecenderungan orang memandang sebagai ilmu kesenian (science of art) dengan penekanan watak empiris dari disiplin filsafat..
Dalam karya seni dapat digali berbagai persoalan obyektif. Umpamanya persoalan tentang susunan seni, anatomi bentuk, atau pertumbuhan gaya, dan sebagainya. Penelahaan dengan metode perbandingan dan analisis teoritis serta penyatupaduan secara kritis menghasilkan sekelompok pengetahuan ilmiah yang dianggap tidak tertampung oleh nama estetika sebagai filsafat tentang keindahan. Akhir abad ke-19 bidang ilmu seni ini di Jerman disebut ―kunstwissensechaft‖. Bila istilah itu diteterjemahkan ke dalam bahasa Inggris adalah ―general science of art‖.E.D. Bruyne dalam bukunya Filosofie van de Kunst berkata bahwa pada abad  ke-19 seni diperlakukan sebagai produk pengetahuan alami. Sekarang dalam penekanannya sebagai disiplin ilmu, estetika dipandang sebagai ―the theory of sentient knowledge‖. Estetika juga diterima sebagai ―the theory of the beautiful of art” atau “the science of beauty‖. Sebagai disiplin ilmu, estetika berkembang sehingga mempunyai perincian yang semakin kaya, antara lain:
Ø  Theories of art,
Ø  Art Histories,
Ø  Aesthetic of Morfology,
Ø  Sociology of Art,
Ø  Anthropology of Art,
Ø  Psychology of Art,
Ø  Logic, Semantic, and Semiology of Art
Estetika merupakan studi filsafati berdasarkan nilai apriori dari seni (Panofsky) dan sebagai studi ilmu jiwa berdasarkan gaya-gaya dalam seni (Worringer). Berdasarkan kenyataan pendekatan ilmiah terhadap seni, dalam estetika dihasilkan sejarah kesenian dan kiritk seni. Sejarah kesenian bersifat faktual, dan positif, sedangkan kritik seni bersifat normatif.
Sejarah kesenian menguraikan fakta obyektif dari perkembangan evolusi bentuk-bentuk kesenian, dan mempertimbangkan berbagai interpretasi psikologis. Kritik seni merupakan kegiatan yang subyektivitas pada suatu bentuk artistik juga moralnya sebagai pencerminan pandangan hidup penciptanya (seniman). Pertimbangan berdasarkan ukuran sesuai dengan kebenaran berpikir logis. Maka kiritk hampir selalu mengarah pada filsafat seni. Baik sejarah maupun kritik seni dituntut pengenalan sistem untuk mengenal seni dan kesenian.

3.      Estetika dan Seni
Aristoteles merumuskan keindahan sebagai sesuatu yang baik dan meyenangkan. Bangsa Yunani juga mengenal kata keindahan dalam arti Estetis yang disebutnya “symmetria” untuk keindahan visual, dan harmonia untuk keindahan berdasarkan pendengaran (auditif).
Untuk memperjelas dan mengarahkan jalur jelajah filsafat Estetika yang berkenaan dengan persoalan seni, maka secara khusus dinamakan filsafat seni. Disamping Estetika sebagai filsafat dari keindahan, ada pendekatan ilmiah tentang keindahan. Yang pertama menunjukan identitas objek artistik, yang kedua objek keindahan.
Definisi keindahan tidak mesti sama dengan definisi seni. Atau berarti seni tidak selalu dibatasi oleh keindahan.
            Bila mengingat kembali pandangan klasik (Yunani) tentang hubungan seni dan keindahan, maka kedua pendapat ahli dibawah ini sangat mendukung hubungan tersebut. Sortais menyatakan bahwa keindahan ditentukan oleh keadaan sebagai sifat objektif dari bentuk (l’esthetique est la science du beau).
Lipps berpendapat bahwa keindahan ditentukan oleh keadaan perasaan subjektif atau pertimbangan selera (die kunst ist die geflissenliche hervorbringung des schones).



Daftar Pustaka


·         Sony Kartika, Dharsono. 2004. Pengantar Estetika. Bandung: Penerbit Rekayasa Sains

·          

Tidak ada komentar:

Posting Komentar