Hubungan Estetika dengan Filsafat, Ilmu dan Seni
Berdasarkan pendapat umum, estetika diartikan sebagai suatu cabang filsafat yang
memperhatikan atau berhubungan dengan gejala yang indah pada alam dan seni.
Pandangan ini mengandung pengertian yang sempit.
Secara etimologis estetika berasal dari
Yunani, yaitu: aistheta, yang juga diturunkan dari aisthe (hal-hal yang dapat
di tanggapi dengan indra, tanggapan indra). Pada umumnya aisthe diposisikan
dengan noeta, dari akar kata noein, nous, yang berarti hal-hal yang berkaitan
dengan pikiran. Dalam pengertian yang lebih luas berarti kepekaan untuk
menanggapi suatu objek, kemampuan pencerapan indra, sebagai sensitivitas. Dalam
bahasa Inggris menjadi aesthetics atau esthetics. Orang yang sedang menikmati keindahan
disebut aesthete, sedangkan ahli keindahan disebut aesthetician. Dalam bahasa
Indonesia menjadi astetikus, estetis, dan estetika, yang masing-masing berarti
orang yang ahli dalam bidang keindahan, bersifat indah, dan ilmu atau filsafat
tentang keindahan atau keindahan itu sendiri.
Untuk estetika sebaiknya
jangan dipakai kata filsafat keindahan karena estetika kini tidak lagi
semata-mata menjadi permasalahan falsafi tapi sudah sangat ilmiah. Dewasa ini
tidak hanya membicarakan keindahan saja dalam seni atau pengalaman estetis,
tetapi juga gaya atau aliran seni, perkembangan seni dan sebagainya.
Masalah dalam seni banyak sekali. Di antara masalah tersebut yang
penting adalah masalah manakah yang termasuk estetika, dan berdasarkan masalah
apa dan ciri yang bagaimana. Hal ini dikemukakan oleh George T. Dickie dalam
bukunya―Aesthetica‖. Dia mengemukakan tiga derajat masalah (pertanyaan)
untuk mengisolirmasalah-masalah estetika. Yaitu pertama, pernyataan
kritis yang mengambarkan, menafsirkan, atau menilai karya-karya seni yang khas.
Kedua pernyataan yang bersifat umum oleh para ahli sastra, musik atau
seni untuk memberikan ciri khas genre-genre artistik (misalnya: tragedi, bentuk
sonata, lukisan abstrak). Ketiga, ada pertanyaan tentang keindahan, seni
imitasi, dan lain-lain.
1. Estetika dan Filsafat
Filsafat merupakan bidang pengetahuan
yang senantiasa bertanya dan mencoba menjawab persoalan-persoalan yang sangat
menarik perhatian manusia sejak dahulu hingga sekarang. Salah satu persoalan
yang mendasari ungkapan rasa manusia adalah estetika, jika peranannya sebagai
filsafat dan ilmu pengetahuan.
The
Liang Gie menyatakan ada enam jenis persoalan falsafi, yaitu:
a.
Persoalan metafisis (methaphysical problem)
b.
Persoalan epistemologis (epistemological problem)
c.
Persoalan metodologis (methodological problem)
d.
Persoalan logis (logical problem)
e.
Persoalan etis (ethical problem)
f.
Persoalan estetika (esthetic problem)
Pendapat umum menyatakan bahwa estetika
adalah cabang dari filsafat, artinya filsafat yang membicarakan keindahan.
Persoalan
estetika pada pokoknya meliputi empat hal:
a.
Nilai estetika (esthetic value)
b.
Pengalaman estetis (esthetic experience)24
c.
Perilaku orang yang mencipta (seniman)
d.
Seni
Menurut Louis Kattsof, estetika adalah
cabang filsafat yang berkaitan dengan batasan rakitan (stucture) dan peranan
(role) dari keindahan, khususnya dalam seni.
2. Estetika dan Ilmu
Estetika dan ilmu merupakan suatu
kesatuan yang tak dapat dipisahkan, karena sekarang ada kecenderungan orang
memandang sebagai ilmu kesenian (science of art) dengan penekanan watak empiris
dari disiplin filsafat..
Dalam karya seni dapat digali berbagai
persoalan obyektif. Umpamanya persoalan tentang susunan seni, anatomi bentuk,
atau pertumbuhan gaya, dan sebagainya. Penelahaan dengan metode perbandingan
dan analisis teoritis serta penyatupaduan secara kritis menghasilkan sekelompok
pengetahuan ilmiah yang dianggap tidak tertampung oleh nama estetika sebagai
filsafat tentang keindahan. Akhir abad ke-19 bidang ilmu seni ini di Jerman
disebut ―kunstwissensechaft‖. Bila istilah itu diteterjemahkan ke dalam bahasa
Inggris adalah ―general science of art‖.E.D. Bruyne dalam bukunya Filosofie van
de Kunst berkata bahwa pada abad ke-19
seni diperlakukan sebagai produk pengetahuan alami. Sekarang dalam penekanannya
sebagai disiplin ilmu, estetika dipandang sebagai ―the theory of sentient
knowledge‖. Estetika juga diterima sebagai ―the theory of the beautiful of art”
atau “the science of beauty‖. Sebagai disiplin ilmu, estetika berkembang
sehingga mempunyai perincian yang semakin kaya, antara lain:
Ø Theories of art,
Ø Art Histories,
Ø Aesthetic of
Morfology,
Ø Sociology of
Art,
Ø Anthropology of
Art,
Ø Psychology of
Art,
Ø
Logic,
Semantic, and Semiology of Art
Estetika merupakan studi filsafati
berdasarkan nilai apriori dari seni (Panofsky) dan sebagai studi ilmu jiwa
berdasarkan gaya-gaya dalam seni (Worringer). Berdasarkan kenyataan pendekatan
ilmiah terhadap seni, dalam estetika dihasilkan sejarah kesenian dan kiritk seni.
Sejarah kesenian bersifat faktual, dan positif, sedangkan kritik seni bersifat
normatif.
Sejarah kesenian menguraikan fakta
obyektif dari perkembangan evolusi bentuk-bentuk kesenian, dan mempertimbangkan
berbagai interpretasi psikologis. Kritik seni merupakan kegiatan yang
subyektivitas pada suatu bentuk artistik juga moralnya sebagai pencerminan
pandangan hidup penciptanya (seniman). Pertimbangan berdasarkan ukuran sesuai
dengan kebenaran berpikir logis. Maka kiritk hampir selalu mengarah pada filsafat
seni. Baik sejarah maupun kritik seni dituntut pengenalan sistem untuk mengenal
seni dan kesenian.
3. Estetika dan Seni
Aristoteles merumuskan keindahan sebagai
sesuatu yang baik dan meyenangkan. Bangsa Yunani juga mengenal kata keindahan
dalam arti Estetis yang disebutnya “symmetria”
untuk keindahan visual, dan harmonia untuk keindahan berdasarkan pendengaran
(auditif).
Untuk memperjelas dan mengarahkan jalur
jelajah filsafat Estetika yang berkenaan dengan persoalan seni, maka secara
khusus dinamakan filsafat seni. Disamping Estetika sebagai filsafat dari
keindahan, ada pendekatan ilmiah tentang keindahan. Yang pertama menunjukan
identitas objek artistik, yang kedua objek keindahan.
Definisi keindahan tidak mesti sama
dengan definisi seni. Atau berarti seni tidak selalu dibatasi oleh keindahan.
Bila
mengingat kembali pandangan klasik (Yunani)
tentang hubungan seni dan keindahan, maka kedua pendapat ahli dibawah ini
sangat mendukung hubungan tersebut. Sortais menyatakan bahwa keindahan
ditentukan oleh keadaan sebagai sifat objektif dari bentuk (l’esthetique est la science du beau).
Lipps berpendapat bahwa keindahan
ditentukan oleh keadaan perasaan subjektif atau pertimbangan selera (die kunst ist die geflissenliche
hervorbringung des schones).
Daftar Pustaka
·
Sony
Kartika, Dharsono. 2004. Pengantar
Estetika. Bandung: Penerbit Rekayasa Sains
·
Tidak ada komentar:
Posting Komentar